Jika
rangkaian peristiwa telah menemui takdirnya, apa mau dikata, terjadilah. Bukan aku
ingin menyalahkan semua ini, bukan aku ingin mengakhiri jalan yang sudah terlalui.
Lemah katanya, terlalu sering aku membandingkan jalan ini dengan yang lainnya.
Mengapa dan mengapa. Banyak pertanyaan tapi minim jawaban. Payah.
Hari itu
tiba-tiba hatiku tergerak untuk melangkahkan kaki menujunya. Menemui secercah
harapan yang ternyata memberikan motivasi luar biasa. Kelas kepenulisan.
Sederhana, yang aku pikir hanya akan mendapatkan ilmu tentang menulis, tapi
Allah takdirkan lebih dari itu.
Qadarullah sejenak
adzan berkumandang, aku yang seharusnya segera bergegas meninggalkan mbm kala
itu langsung terhenti. ‘Disini dulu lah
sholat dulu.’ Dengan pilihan itu pulalah hal tak terduga tiba. Aku bertemu
dengan kak Nadhira Arini, pengisi acara kepenulisan. Tidak hanya itu, Alhamdulillah
aku berbincang dengannya lama sekali. Sebuah gumaman yang terus aku pekikkan
dalam hati saat kelas berlangsung. ‘Duh bisa gak ya ngbrol sama kakak itu,
yaAllah pengen.’
Dalam
obrolan kami, aku menceritakan semua kisahku kepadanya begitupun sebaliknya.
Tak terasa perkenalan singkat selama dua jam itu memberikan makna yang
luarbiasa. Kami berbincang banyak sekali, tentang pendidikan, pergaulan,
kepenulisan, hingga tentang Jerman. Karena kebetulan kak Dhira juga pernah ke
Jerman sebagai volunteer pengungsi dari Syria.
Aku tidak
mengerti kenapa begitu mudahnya aku menceritakan semuanya, dilema tentang STAN
hingga perjalanan kisahku di STAN. Beliau dengan sabar mendengarkan semuanya,
dan memberi motivasi yang indah sekali, kataku. Pada akhirnya aku pun tidak
pernah menyangka kak Dhira dengan ringan tangan mau untuk melihat semua
tulisan-tulisanku dan membujukku untuk terus menulis, dalam kondisi apapun.
“Jangan
takut untuk memulai, kamu itu punya bakat. Jangan disia-siakan, siapa tau kamu
bisa jadi penulis yang lebih besar dari aku.”
Apalah ini,
terlalu malu aku untuk kembali mengaduh kepada-Nya. Banyak cara yang Allah
berikan untuk menghiburku disini. Seolah sebenarnya Allah sudah memberikan yang
terbaik dengan ‘memilihkan’ jalan ini, tapi aku saja yang kadang tidak terima
lahir dan batin. Lalu apa? Apa Allah marah karena kamu belum menerima
takdir-Nya 100%? Tidak! Sama sekali tidak. Justru Allah dengan lembutnya
memberi penghiburan yang membuatmu tersentak haru dan menerima semuanya.
yaAllah..
“Jadi kamu
masih belum moveon dari fk?”
“Nggak kak,
bukan gitu. Aku sama sekali nggak pengen. Aku yakin ini jalan terbaik, tapi
kadang lingkungan di sini yang terlalu ambisius dan kadang individualis.”
“Emang kamu
pikir di fk nggak ambisius dan individualis?”
Glekk.
“Bukannya
lingkungan fk itu lebih ambisius ya, dan pelajarannya juga lebih banyak.”
“Iya kak,
tapi…”
“Mungkin
Allah nyemplungin kamu dengan banyak alasan, selain kepastian kerja, nyatanya
disini kamu udah bisa mewujudkan gumaman untuk membagi kebahagiaan buat
anak-anak disini kan. Kamu ngajar mereka ngaji itu bagus. Lihatkan ga harus
jadi dokter buat bikin mereka tersenyum.”
“Iya kak..”
“Selama ini
kamu seperti ini, karena kamu selalu saja membandingkan apa yang kamu dapatkan
disini dengan fk. Kamu selalu fokus dengan sisi negatifnya.”
“Coba deh
kamu berfikir positifnya, sebenarnya kamu udah tau banyak sisi positifnya. Tapi
kamu yang selalu mengelak dan menganggap hal ini berat. Yakin, kamu harus yakin
sama Allah 100%. Bahwa Allah menunjukkan jalan ini pasti ada rencana besar
suatu hari nanti.”
“Bener kak. Astaghfirullah.”
“Keyakinan
itu harus terus diasah, ga bisa instan. Semua itu dicapai dengan proses. Jangan
pernah berhenti. Pun dengan kamu menulis. Jangan berhenti menulis, Aku tunggu
tulisan-tulisan kamu.”
Dan hari
itu diakhiri dengan sebuah keyakinan. Bahwa benar Allah memberi hikmah yang
luar biasa di balik semua peristiwa. Kakak ini adalah salah satu tangan Allah
yang berhasil memeluk dan menegakkan disaat masa futur itu datang. Tidak main-main.
Seorang penulis terkenal yang rela waktunya habis untuk mendengar ocehan anak
19 tahun yang mungkin terdengar tidak berfaedah, tapi dia mau duduk bersama dan
memberi the power of belief itu.
“Mulai sekarang dibuka gemboknya, gembok ig.
Post tulisan-tulisan di blog dan ig secara berkala. Editor dan penerbit itu
selalu ada di tempat tak terduga. Siapa tau saat kamu posting sesuatu ada
penerbit yang suka.”
“Semangat, jadikan semua sebagai cara agar
kamu menjadi orang yang lebih baik. Entah itu kondisi paling worst sekalipun,
kalau kamu bisa memanfaatkan chance kamu
bakal jadi orang yang hebat.”
***
Alhamdulillah
alaa kulli haal. Sejenak aku teringat dengan seonggok ceritaku pada awal mula
masuk STAN, aku sempat menguji keyakinanku kepada Allah. Singkat cerita aku
mengikuti lomba kepenulisan, lalu sembari menulis aku gumamkan dalam hatiku.
YaAllah kalau karya ini berbuah sesuatu berarti itu adalah tanda bahwa aku
harus menulis sepanjang hidupku. Aku kirimkan karya itu dengan penuh keyakinan
dan harapan.
Hari
berganti hari, hingga tiba-tiba ponselku bordering dengan sebuah sms. Aku ingat
betul hari itu dimana penerbit mengirimkan sms kepadaku dan mengabari bahwa
karyaku akan dipublikasikan dalam bentuk buku sebagai 20 karya terbaik.
MasyaAllah. Langsung pada hari itu aku kirimkan semua biodata dan deskripsi
penulis.
Keyakinan
itu akan berbuah, pasti berbuah. Hanya saja, aku yang terus-terusan lupa,
hingga Allah mengingatkanku lagi dan lagi. Akhirnya tinggal seberapa persen
kita yakin, itu pilihan. Jadi ingin terus berkutat pada keabu-abuan atau pasti
dengan hitam dan putih?
….
"Barangsiapa
yang memenuhi hatinya dengan ridha kepada takdir, maka Allah memenuhi dadanya
dengan kecukupan, rasa aman, qana'ah, serta mengosongkan hati orang tersebut
untuk mencintai-Nya, kembali kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan dan
menjauhi larangan Allah, dan bertawakkal kepadaNya.” (Ibnul Qayyim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar