Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Berdaya dengan berbagai peran

Rabu, 30 Agustus 2017

Story : Hamburg Exchange Part 2

Siapa sih yang nggak pengen buat merasakan atmosfer hidup di luar negeri? Hehe asik ya kayaknya. Bayangin aja hidup jauh dari sanak saudara dan harus bertahan hidup dalam keadaan paling worst sekalipun. Belajar di luar negeri? Hm.. iya gak ya..

Gimana dong ntar kalo ga bisa ngikutin pelajarannya, aduh biayanya pasti mahal, mau beli makan aja harus pake bahasa inggris ya, temennya bule semua dong, hm bisa gak ya. Kalo dipikir terus emang terasa berat sih, iya karna ngga mau take action. Coba untuk selangkah memantapkan hati, berani. Masa iya gitu doang ga bisa. Ah masa sih cuma gitu aja nyerah.

Dalam hal apapun saat kita mau melangkah melakukan hal yang baru, pasti ada ketakutan yang menyeruak. Takut ga bisa, takut gagal, takut ngecewain orang lain, takut ini takut itu. Tapi.. settt kalo perasaan takut yang terus aja dibesar-besarkan lalu gimana keberanian mau masuk. Rasa takut yang ada dalam diri itu directly akan menggerakkan otak untuk melepaskan hormone cortisol, yang lambat laun akan mempengaruhi psikologis diri kita. Dampaknya kegelisahan yang tidak beralasan akan semakin sering, stress, dan kurang fokus dalam berkonsentrasi. Nah kan… mending kita stay calm, tenang aja ada Allah pasti mah beres, ya gak? Hehe.

Persiapan hidup di luar negeri sebenernya hanya masalah modal niat dan tekad, besides financial dan kejelasan mau ngapain ke luar negeri ya. Keyakinan terhadap semua hal juga harus dipupuk terus. Jangan sampe saat udah jauh dari kampung malah jadi kehilangan semangat yang berujung ingin suicide(?),misalnya, jangan ya jangan. Hidup di sana atau hidup di sini sebenernya sama aja. Bedanya ya paling kamu bakal lebih banyak ketemu orang berhidung mancung, yang ngomong cepet dengan bahasa alien, semua serba mandiri maju dan canggih, pun harus sering-sering lari buat menyamakan langkah dengan mereka yang langkahnya lebar-_- juga harus menyesuaikan dengan cuaca yang 180 derajat beda, dan yang terpenting sadarilah bahwa muslim is minority.

Banyak juga bedanya, tapi noprob. Dengan segala perbedaan itu pasti akan memberikan kita pelajaran untuk terus bergerak, beradaptasi, menyesuaikan dengan keadaan. Oleh sebab itu, prinsip dan keyakinan harus benar dipegang, jangan sampe perubahan itu malah menyisakan dampak yang buruk buat kita. Pergaulannya terutama, beda banget, antara remaja Indonesia dengan remaja ala mereka. 100 persen beda banget.

Indonesia dari sudut pandangku masih memegang nilai-nilai kesantunan dan agama dalam bergaul, ya setidaknya mayoritasnya masih (agak miris juga ini). Beda dengan mereka yang cenderung liberal dengan melegalkan segala bentuk perbuatan yang dilakukan berlandaskan asas prinsip sama-sama ridha. Ya itu juga yang membuatku kaget pada hari-hari pertama menetap di Hamburg. Cultural Shock terasa. Waduh gini banget.


Dan disinilah peran hijab sesungguhnya. Hijab bekerja sempurna di sini, dan kerennya kita bisa bener-bener merasakannya. Hijab sebagai bentuk perlindungan yang manjur buat segala kondisi. Aku merasakannya benar saat berada di kereta waktu pengen jalan-jalan ke Duvenstedt. Kala itu aku tidak mendapatkan tempat duduk, lalu tiba-tiba orang di depanku (yang sepertinya sebaya denganku) dia bertanya perihal hijab yang aku kenakan, dan memperkenalkan dirinya. Dia akhirnya bercerita bahwa ibunya berasal dari Thailand, dekat dengan Indonesia, ya itulah sebabnya dia mengajakku mengobrol. Menarik berbincang dengannya. Dia pun sangat senang dan tertarik dengan hijab yang aku kenakan. 
Stasiun Ohlstedt (stasiun pemberhentian terakhir)

"Why do muslim woman wear this kind of scarf?" 
"Well, it protects us.And..hm you know me well for the first sight, perhaps you'll directly say 'she is muslim', right?"
"Ya because your scarf of course."
"Exactly, this is our identity as muslim."
"Ach so...."

Poinnya adalah aku tetap yakin bahwa pertemuan itu pasti menyisakan kisah atau paling tidak hikmah. Pertemuan dengan subjek dua orang atau lebih. Baiklah kita berbicara saja dua orang. Entah orang A yang akan berubah atau orang B yang akan terpengaruh. Better or Worst? Itu pilihan. Dengan orang-orang baru ini aku semakin mengenal dan belajar untuk paham. Tentang teori baru, kepercayaan, keyakinan, atau mungkin konsep kehidupan. 

Gymnasium Ohlstedt (tempat belajar di Hamburg)

Dan dari tempat itu semua bermula. Sekolah gabungan SMP dan SMA yang berada di pinggir kota Hamburg, tepatnya di wilayah Ohlstedt. Kesan pertama aku sekolah disini adalah sekolahnya jauh lebih santai dan ringan dengan apa yang selama ini dirasakan di Indonesia. Yap memang. Terkadang pelajaran SMA mereka setara dengan pelajaran SMP di Indonesia. Brarti orang Indonesia seharusnya lebih pintar?
Everything is possible, semua pintar. Nyatanya Indonesia itu punya chance yg besar bgt buat bersaing sama mereka. Even to show up kalo kita itu student dengan high quality. Itu yang aku rasain saat presentasi di depan mereka atau berdebat dengan mereka. Mereka kritis, memandang segalanya dengan kacamata yang lebih luas. 
Pernah suatu ketika aku masuk ke kelas Politics and Social. Kelas di buka dengan sebuah presentasi dimana sang guru menunjukkan gambar tentang kekerasan dan pelanggaran HAM di dunia. Dari gambar itu, semua siswa harus mengemukakan pendapatnya. Dan ya, semua muncul dengan argumen dan cara pandangnya masing-masing. Kelas berlangsung seru dan atraktif dengan guru yang berperan sebagai 'moderator'. Beliau mengarahkan jalannya diskusi agar sesuai dengan materi yang memang seharusnya didapatkan. Menarik bukan. Surprisingly kita mendapat esensi dari materi dengan sangat jelas, pun ditutup dengan kesimpulan menarik dari sang guru.

Lalu bagaimana mereka memandang kita saat itu?
Mereka menghargai dan mengapresiasi setiap detail usaha yang kami kerahkan. Cara kami berpresentasi, public speaking, dan menyesuaikan diri, pun juga komunikasi kami dalam bahasa inggris. Mereka menunjukkan kekaguman mereka terhadap anak-anak Indonesia. Mulai detik itu, akhirnya aku mengerti bahwa Indonesia bukan kalah. Mungkin masih tertidur. Generasi mudanya itu hebat, we can show more and more to the world. Hebat, hanya saja tertutup dengan statement "they're better than us". 


Tambahan: SPOT FAVORIT DI HAMBURG

Tempat yang paling istimewa yang aku kunjungi. Rathaus, yap sebuah bangunan gaya Eropa yang berdiri dengan kokoh dan megahnya. Pertama kali aku melihat saat mengikuti City Tour dengan bus gaya Eropa dua lantai. Langsung terpana dengan keindahan arsitekturnya, masyaAllah. Hal yang ga pernah terduga pun tiba, di hari berikutnya kami berkunjung ke Rathaus dan berkesempatan untuk masuk dan berkeliling di dalamnya. Luarbiasa indah sekali. 

Gedung Rathaus sering digunakan untuk acara-acara penting yang diselenggarakan di wilayah Hamburg. 

Ada juga danau cantik yang menawan siapapun yang melihatnya. Ini viewnya romantis banget. Jadi jangan heran kalo banyak anak muda nongkrong menghabiskan sorenya di kawasan danau indah di Hamburg, yap apalagi kalo bukan Alster Lake. 
Nah tuh bayangin lah gimana kalo kesini sama orang tersayang. Memorable banget lah pokoknya. 
Alster Lake ini ga jauh dari Rathaus tadi, lumayan deket. Jadi kalo bosan dengan suasana hiruk pikuk manusia di seputaran Raathaus bisa langsung cus menikmati kalemnya suasana di danau Alster ini.


#Hamburg
#Germany
#2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Skincare Rutin Theraskin untuk Ramadhan

Ramadhan, bulan penuh berkah bagi umat Muslim, tentunya memerlukan perhatian khusus dalam merawat kulit yang mungkin terpengaruh oleh peruba...