Pagi itu
dapur terasa menghangat dengan aroma semerbak yang khas. Masakan bunda. Tidak
salah lagi. Gadis kecil yang sedari tadi asik dengan remote TV nya segera
menghambur memeluk sang bunda yang tengah sibuk dengan gemercik minyak di
panggangan.
“Bunda,
masak apa?” tanya gadis itu.
“Masak ayam
kecap, kesukaanmu nih say.”
“Duh bunda
itu ya, paling bisa deh. Kenapa Bunda bisa gitu sih?”
“Bisa apa
maksudnya?”tanya Bunda, heran.
“Anggun,
cantik, sholehah, cerdas, bisa semua gitu, Bun.”
“Sayang, wanita
itu titik tumpunya sebuah generasi. Udah seharusnya kita bisa handle hal-hal tersulit
sekalipun. Seorang ibu yang baik akhlak dan pribadinya pasti bisa mencetak
generasi yang hebat, tapi seorang ayah yang baik akhlak dan pribadinya belum tentu bisa melakukan hal itu.”
“Lah,
kenapa gitu? Kan kita juga butuh ayah yang hebat kan, Bun?”tanya gadis itu,
polos.
“Seorang
ayah yang hebat belum menjamin anaknya bisa hebat, tapi ibu yang hebat pasti
bisa mencetak anak yang luarbiasa hebat. Karena ibu berperan sebagai sekolah
pertama, pendidikan pertama, juga teladan yang utama bagi anaknya.”
“Seperti
Bunda yang menjadi idolaku? Hehe.”
“Sayang…
jangan pernah berhenti belajar ya. Tidak ada namanya pelajaran menjadi ibu yang
baik. Di kampus manapun kamu ga akan dapet pelajaran tentang itu. Karena
menjadi sosok “ibu” adalah sebuah proses.”
“Duh Bun
meleleh aku dengernya. Gimana sih Bun bisa secantik itu menghadapi segalanya?”
“Emm dari
dulu sih ya Bunda cantik.”canda Bunda.
“Ih Bunda,
mulai lagi deh. Tapi bener deh Bun.”
“Hehe
Sayang sini deh. Adek itu udah dewasa ya. Udah mau tingkat dua kan kuliahnya. Udah
bisa hidup mandiri juga, jauh dari Bapak dan Bunda. Jadi ga selamanya adek ada
di dekapan Bunda terus.”
“Hehe iya sih
Bun. Tapi, aku tu pengennya tetep jadi gadis kecilnya Bunda aja hehe.”
“Ga bisa
dong. Suatu saat nanti, pasti akan ada laki-laki yang memintamu kepada Bapak
dan Bunda. Jika saat itu tiba, berarti waktunya gadis kecil Bunda harus hidup
dengan kemandirian yang sebenarnya. Jadi Bunda biasakan kamu dari sekarang. Gak
selamanya Bapak dan Bunda bisa nemenin kamu. Paham, Nak?”
“Emm… paham
Bun.”terang gadis itu, sambil menundukkan wajahnya.
“Hehe Bunda
yakin, anak Bunda ini sudah melewati banyak hal dengan cantiknya.”jelas Bunda,
sambil mengusap anaknya.
“Ih Bunda
ih, tapi… Bun. Apakah nanti saat laki-laki yang Bunda maksud itu datang, aku
harus jauh dari Bapak dan Bunda?”
“Kalaupun
iya, tapi ketahuilah doa akan selalu mendekatkan. Nyatanya dari dulu Bapak dan Bunda
ga pernah ngekang kamu buat pergi sejauh mungkin untuk mengejar mimpimu kan.
Jadi ga ada yang harus dikhawatirkan.”
“Kalo gitu
aku mau sama dia yang bisa menerima kalo Bapak dan Bunda itu begitu berarti buatku
hehe.”
(Bunda
tersenyum) “Sayang, Bunda juga selalu mendoakan agar laki-laki itu adalah yang
terbaik buatmu dan buat semuanya. Hal yang terpenting adalah sabar. Akan ada
saatnya, akan ada waktunya. Jadi jangan terbuai kebaikan laki-laki yang datang
sementara.”
“Emm iya
Bun.”
“Kenapa
jawabnya ragu gitu? Hehe. Ketahuilah Nak, ada banyak sekali laki-laki dengan
berjuta kebaikan di luar sana. Tapi hanya ada satu kebaikan yang akan Bapak dan
Bunda pandang.”
“Apa itu
Bun?”
“Ketika dia
berani datang untuk melamarmu.”
“Melamar
Bun? Berat banget itu. Kuliah aja belum selesai.”
“Maka dari
itu, sabar Nak. Dekati Allah, curhat ke Allah jika kamu rasa dia sudah mulai
hadir dalam hidupmu.”
“Iya Bun
aku sabar ini sabaaaaar. Stalking dikit boleh kan ya tapi, Bun?”
“Dengerin
Bunda deh. Kamu inget cerita keanggunan Fatimah dalam menyikapi cinta?”
“Inget Bun,
jadi gimana?”
“Coba tutup
sosial medianya, alihkan dengan membuka Al-Qur’an. Coba kendalikan semua
prasangka, alihkan untuk bersujud di sepertiga malam-Nya. Coba kalo adek liat
dia, jangan dilirik. Bisa?”
“Bi… kok
berat ya Bun.”
“Ga ada
yang berat selama kita meniatkan semua karena Allah. Adek tau itu.”jelas Bunda,
sambil tersenyum. Bunda senyum mulu ih.
“Iya Bun.
Aku janji akan berusaha untuk itu.”
“Tidak ada
yang kebetulan untuk semua hal di dunia ini. Allah mempertemukan adek dengan
dia pasti ada alasannya. Entah adek yang berubah menjadi lebih baik karenanya,
atau dia yang akhirnya menjadi semakin sholeh karena adek. Nggak ada yang salah
dengan sebuah pertemuan.”
“Tapi,
gimana kalo di tengah jalan aku futur?”
“Kembali
ingatlah satu kebaikan yang tadi Bunda bilang..”terang Bunda.
“Kebaikan yang
lain nggak, Bun?”
“Nak..
ketika laki-laki melakukan beribu kebaikan kepadamu tapi tidak berani datang
kepada Bapak dan Bunda brarti dia sama saja tidak melakukan apapun untukmu.
Namun, sekalipun dia tidak melakukan
apa-apa untukmu tapi berani melangkahkan kaki untuk memintamu artinya dia telah
melakukan segalanya untukmu.”
“Gitu ya…
Bun.”
“Karena
bukan perkara mudah baginya untuk datang dan memintamu dari Bapak dan Bunda,
Nak. Bukan hanya sekali atau dua kali dia berpikir. Ada tanggung jawab besar
yang tiba-tiba harus ia pikul, sendirian. Dan… dia mau lakukan itu untukmu.
Jadi perhitungkan yang itu.”
“Emm… Oke
Bun. Siap. Hehe.”
“Nah gitu
dong. Mending anak Bunda ini fokus kuliah dulu deh.”celetuk Bunda, sambil
tertawa.
“Iyalah
Bun, jelas kalo itu haha. Dulu Bapak juga gitu ya, Bun? Hayo.”sindir gadis
kecil itu.
(Bunda
tersenyum, malu) “Nah, kalo dulu Bapak tanpa basa basi lagi. Dulu Bunda
deketnya sama yang lain, tapi tiba-tiba Bunda kenal sama Bapak terus langsung aja
gitu datang ke rumah buat melamar.”
“Waduh,
berat itu Bun. Gercepnya bukan main. Ga mau kehilangan Bunda ituu. Haha.”
“Apasih
anak Bunda ini.”
“Iyalah,
aku mau deh kayak Bunda. Pasti Bapak beruntung banget punya Bunda. Aku pengen
nanti dia juga merasa beruntung punya aku, Bun. Hehehe.”
“Bunda juga
beruntung kok punya Bapak. Tentulah Sayang pasti dia akan bersyukur punya anak
Bunda yang nakalnya ga ada abisnya iniii.”
“Ih Bunda
ih.”
(Tertawa
bersama dan masakan pun matang)
*******
Menarique
BalasHapus