Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Berdaya dengan berbagai peran

Senin, 26 Juni 2017

Beropini: Muslimah Ideal?

“Muslimah dengan segala perannya, menjadikannya sosok yang dinanti kehadirannya. Bukan untuk keindahan duniawi semata melainkan figur hamba taat yang mendamba keridhaan Rabbnya. “
Wanita adalah pendidik pertama dan utama dari sebuah generasi. Inilah yang menjelaskan sebuah kalimat, bahwa wanita (seorang ibu) adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jauh sebelum terlahir ke dunia, seorang anak bisa menjadi shalih atau sebaliknya, erat kaitan dengan kualitas ibunya. Peran seorang wanita tak akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan. Semua aspek hidup setidaknya selalu bersentuhan langsung dengan tangan dingin para wanita, sosok yang akan menjadi penggerak dan pembangun peradaban.



Lalu dimanakah peran muslimah sebagai garda pengenal wanita itu? Adakah disana kontribusi nyata dari tindakannya?
Muslimah, mendengarnya mungkin terlintas sosok yang baik, halus, anggun, alim, lembut,  lengkap dengan penampilan jilbab dan khimar panjangnya. Ketenangan yang memancar dari tatapannya seakan menjadi penyejuk dan pengindah suasana. Terlintas pemikiran yang begitu ideal dan sempurna akan kata “muslimah”.
Semua stigma dan pandangan itu menjadikannya sebagai suatu tolok ukur sebagai muslimah yang dikatakan ideal. Namun, nyatanya proses untuk menuju keshalihan itu bukanlah isapan jempol atau semudah membalikkan telapak tangan. Melainkan upaya berkelanjutan yang harus terus dioptimalkan dan disempurnakan. Sebab tugas utama seorang hamba memang mengabdikan diri kepada Allah dengan terus memperbaiki kualitasnya.
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita sholihah”(HR Muslim).
Keshalihan itu yang seharusnya menjadi tujuan, kedekatan dengan Rabbnya yang sepatutnya menjadi tumpuan. Bukan hanya gelar, bukan hanya sebutan atau bukan pula sekadar anggapan untuk menjadi muslimah yang katanya ideal.
Semua wanita yang muslim adalah muslimah, dan hal itu adalah mutlak. Wanita muslim resmi menyandang gelar muslimah tanpa harus dirinya mengklasifikasikan untuk menjadi seseorang yang disebut ‘ukhti’ atau sekadar ‘wanita yang islamnya biasa saja’.
Wanita muslim nyatanya tak mengenal kasta yang menjadikannya berbeda antara satu dengan lainnya. Semuanya sama, karena yang membedakan adalah pandangan disisi Rabbnya. Peran yang diberikan padanya pun sama. Wanita memiliki peran dan terkhusus pun muslimah yang memiliki peran kepada Allah SWT dan peran dengan sesama manusia. Dengannya maka lakukanlah peran itu secara sederhana, sesederhana seorang hamba yang mengiyakan titah Tuhannya. Sami’na wa Atho’na.  
Muslimah ideal, bukanlah hanya sekadar saat pakaian yang  dikenakan telah begitu panjang dan menutup, atau saat dianggap sebagai ukhti sholihah cap masjid kampus. No way. Tersebab muslimah lebih dari sekadar itu.
Kehidupan kampus yang notabene universal memang membuat para muslimah harus menyesuaikan diri dengan keadaan. Berusaha untuk menjadi wanita, sosok pengubah peradaban yang mampu merefleksikan islam dalam aspek kehidupan. Entah itu dengan menjadi mahasiswi akademis yang kebut deadline tugas, aktivis organisasi yang sibuk dengan proker, atau mahasiswi sosialis dengan segudang aktivitas sosialnya.
Namun, lagi, mainkan saja peran yang ada, tugas kita hanya taat kan?
Tidak ada yang sia-sia dengan apa yang sedang diupayakan dan diusahakan, apapun itu, entah peran apa yang sedang dimainkan. Tersebab menjadi muslimah itu bukan hanya soal bagaimana tampilan fisik atau lingkungan yang kita geluti, melainkan ada pada kedalaman diri. Tentang bagaimana posisi Allah di dalam hati, atau setinggi apa tujuan dakwah terlaksana dalam rentetan mimpi. Kontribusi aktif seorang muslimah bukan hanya saat ia aktif di kegiatan rohis, tetapi saat apa yang ia lakukan dimanapun itu mampu memberikan dampak nyata untuk sekelilingnya, menjadi agent of change, penggerak perubahan dengan refleksi islam tergambar dalam kehidupan.
Juga tak lantas dengan anggapan muslimah itu harus kalem, anggun, dan bersahaja lalu membuat lupa akan jati diri, oleng dengan visi atau tersesat hingga tak kenal dengan diri sendiri. Stop it, karena menjadi muslimah versi diri sendiri akan lebih asik dari sekadar ingin dianggap menjadi muslimah dengan paradigma yang selama ini telah melekat di kalangan awam.
Sederhananya, muslimah masih bisa menjadi pribadi yang konyol, kocak, juga bergaul dengan siapapun. Hal itu pun tidak akan sedikitpun mengurangi tingkat kedewasaan atau keanggunannya, karena kedewasaan itu  sejatinya adalah tentang bagaimana pola pikir. Setiap pribadi memiliki caranya sendiri untuk menjadi seorang muslimah. Kun Anta, maka jadilah bersinar dengan cara masing-masing.
Muslimah ideal, akhirnya tidak ada yang dapat mendefinisikan secara pasti akan kata yang disebut ideal. Karena muslimah adalah mereka yang dengan kontribusinya mampu memberikan perubahan berarti tanpa peduli posisi atau berada dalam lingkup islami. Pilihan mereka adalah menjadi agen perubahan dengan jalan yang mereka yakini dan lalui berdasarkan nurani. Sekarang, nanti, dan entah sampai kapan perjalanan muslimah akan terus terekam menjadi saksi peristiwa kehidupan hebat yang akan ia pertanggungjawabkan di hadapan Rabbnya.
Menjalani perannya, menjalani apa yang Allah amanahkan untuknya.-

1 komentar:

Skincare Rutin Theraskin untuk Ramadhan

Ramadhan, bulan penuh berkah bagi umat Muslim, tentunya memerlukan perhatian khusus dalam merawat kulit yang mungkin terpengaruh oleh peruba...