Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Berdaya dengan berbagai peran

Kamis, 23 Maret 2017

Story : Misi Dunia & Akhirat

Senja telah nampak pada ufuknya, pertanda kehidupan akan segera berganti kegelapan, akan beralih pada kesunyian. Angin sepoi mengalun merdu mengiringi langkah menuju sebuah tujuan, yang kini sedang diusahakan. Kenyataan padat jadwal kuliah hari itu membuatku harus menguatkan azzam lebih keras lagi, menuju sebuah misi tak terbatas. Yang kusebut, misi dunia akhirat.
Tak mudah memang mengayun harap dalam buai semu tanpa ada kepastian. Tetapi keyakinan akan senyum malaikat kecil itu yang akhirnya mampu menegaskan abu. Menjadi hitam atau putih itulah pilihannya.

Jiwa yang haus akan nasihat, menanti secercah harap akan adanya motivasi penguat kalbu. Awalnya bimbang, memang, tak tau harus kemana akan berlabuh jejak harap yang meluap. Hingga kutemui jiwa bersih yang menjadi sumber penyemangat di sela lelah yang membisu. Kini, saat harap itu mulai merekah menjadi nyata, aku hanya berharap bahwa dia-lah yang akan menjadi pewarna kisah abu yang telah lama tertengger itu.
Dua adik kecil yang telah lama duduk di pelataran masjid itu, lengkap dengan senyum tulus yang nampak jelas di wajah polosnya serta Al-Qur’an yang usang telah lama ia dekap. Ku percepat langkah mendatanginya, hanya sekadar memastikan keluguan wajah itu adalah wajah surga yang akan ku gapai dalam perjalanan misiku. Ada rasa yang kenyataannya membuncah ketika senyumnya merekah, menghapiriku, dan menjabat tanganku.
Mengaji adalah motivasi besar mereka datang, menungguku, bahkan 30 menit sebelum kelas mengaji dimulai. Kuliahku yang juga berakhir pukul 4.30 tepat memaksaku untuk datang terlambat hanya untuk menyisihkan waktu berjalan dari gedung kuliah menuju masjid. Namun, betapa senyum dan harap tak pernah pudar pada wajah dua penyemangatku itu. Mata mereka seolah memberikan sinar harapan dan keyakinan bahwa mereka adalah mimpi dan hadiah indah bagiku.
Tepat pukul 04.45 kelas pun dimulai, memang tidak terlalu banyak anak TPA yang hadir di hari itu. Namun, aku tau pasti bahwa dua adik kecilku itu pasti datang. Mereka yang menjadi alasanku saat rasanya tak ada kekuatan untuk maju, saat lelah begitu dahsyat, atau saat masa futur benar-benar datang. Mereka-lah yang membuat aku merasa malu untuk tidak membaca Al-Qur’an, untuk tidak mempelajari atau mengamalkannya. Karena mereka pula lah aku bangkit dan terus mengejar senyum itu, senyum yang menjadi target misi dunia dan akhiratku. Merekalah.. Balqis dan Alif.
Dua kakak beradik itu memang berbeda., Alif, sang kakak, yang telah menginjak bangku SMP, rasanya sudah tak seharusnya Alif mengikuti TPA yang sebenarnya di khususkan untuk anak setingkat TK dan SD itu. Namun, Alif bertekad tetap menemani adiknya untuk belajar mengaji, menjadi penyemangat sang adik. Ia pun tak malu untuk bergaul dengan anak-anak lain yang tentunya jauh lebih muda darinya. Sementara itu, Balqis sang adik, yang baru menginjak SD kelas 1, pun menyimpan semangat dan tekad kuat dalam dirinya untuk mengkhatamkan iqra dan segera membaca kitab yang paling mulia, Al-Qur’an.
Ada rasa malu yang mendera, saat lafadz Allah nyatanya begitu menancap kuat dalam benak mereka, sedangkan diri ini kadang masih terlalu sibuk dengan kesibukan yang melalaikan. Adik kecil itu, dengan kemurnian niat dan jiwa yang tulus dari dalam hatinya.
Saat kutemui mereka, kami bersama belajar banyak hal. Rasanya malah mereka yang lebih banyak mengajariku pelajaran. Kepolosan mereka memberikanku penyadaran, betapa kita masih sering tidak mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT berikan. Memang terkadang kita harus mengingat kembali masa kecil untuk sekadar kembali mengulang bahwa kita hanya butuh bangkit saat jatuh dari sepeda, butuh makan ketika lapar, atau butuh teman bermain ketika sendiri. Sederhana tapi sangat membekas. Kita hanya perlu melakukan hal yang berlainan untuk membuat keadaan kembali seperti semula, tanpa banyak mengeluh, tanpa banyak bicara. Terkadang memang pemikiran anak kecil itu lebih dewasa dari yang sebenarnya orang dewasa.
Sesederhana seorang hamba mengiyakan titah Tuhannya, sami’na wa atha’na. Kami dengar dan kami taat. Sesungguhnya begitulah bersemayam tenang di jiwa jiwa yang diridhai oleh Sang Pencipta. Dan kini, jiwa yang menerka penuh kebimbangan ini nyatanya telah menemukan pelipur yang ternyata ada di hadapan mata. Dua malaikat kecil yang mampu mengubah pandangan seorang musafir. Perjalananku dalam pencapaian misi, kini kupastikan sejenak terhenti pada mereka. Terpaku melihat keagungan akhlak dan ketulusan sinar harap yang terpancar dari mata mungil itu, senyum itu. Tak pernah ada duanya.

Mereka hanya menanti untuk sebuah perubahan. Mungkin, Perubahan yang suatu saat mampu membawa mereka lepas dari kepompong yang telah lama menyelimuti. Suatu saat nanti, tapi aku yakin, mereka akan terbang dengan sayap indah mereka. Menjangkau tempat tak terbatas menjadi anak yang hebat. Kebahagiaan mereka sekarang adalah taruhan kebahagiaanku, untuk seutas senyum dunia akhiratku. 

1 komentar:

Skincare Rutin Theraskin untuk Ramadhan

Ramadhan, bulan penuh berkah bagi umat Muslim, tentunya memerlukan perhatian khusus dalam merawat kulit yang mungkin terpengaruh oleh peruba...